Ikhtilaf

Dalam pembangunan Islam membutuhkan kehahlian intelektual untuk memcari solusi krisis pemikiran yang diakibatkan perbedaan pendapat. Ikhtilaf / perbedaan pendapat dalam umat beragama dikarenakan pemikirannya yang bertujuan untuk membangun / menyadarkan dimensi keimanan dalam jiwa kaum muslimin terlalu jauh keterikatannya dengan arahan – arahan yang tidak benar dan pemahaman –pemahaman yang cenderung menyimpang, maka timbullah perbedaan pendapat. Dimensi keimanan sendiri adalah upaya untuk memahami islam secara benar dengan menghilangkan efek perbedaan pendapat. Perbedaan yang kuat akan melahirkan kegagalan umat dengan kehilangan pengaruh.
Allah mengingatakn agar kita tidak terjerumus dalam penyebab agama – agama terdahulu yang berpecah belah karena perbedaan pendapat, sehingga menjadi lemah. Janganlah menjadi seperti orang musyrik yang memecahbelah agama mereka menjadi beberapa golongan (syiah). Perbedaan pendapat adalah salahsatu penyebab perpecahan yang dapat menjauhan diri dari petunjuk kenabian. Umat terdahulu mengalami perpecahan bukan karena kekurangan pemahaman (ma’rifat) tetapi karena menggunakan ilmu untuk saling menyerang/ menantang.
Dalam surah Ali’imran : “Dan tidaklah ahli kitab berselisih pendapat kecuali datang ilmu, tapi mereka saling melampaui batas.” Apakah kita akan mewarisi kedurhakaannya ataukah ilmunya? Perpecahan dalam agama yang disebabkan sikap perselisihan diantara para ahli kitab, menyebabkan mereka jatuh dalam kebinasaan sehingga agama mereka lenyap. Dan kisah mereka menjadi pelajaran untuk pewaris kitab dan kenabian.
Dalam Q.S Hud Allah menjelaskan : “Kala Allah menghendaki, Allah akan menjadikan umat bersatu, meski berselisih pendapat.”
Adabul Ikhtilaf (Etika Berbeda Pendapat) ada 3 :
1. Penjelasan Hakekat Ikhtilaf
Ikhtilaf adalah cara pandang yang berbeda dengan orang lain dalam ucapan maupun kondisi. Meskipun Berbeda, tidak seharusnya bermusuhan.Bahkan dalam kebanyakan kasus pertentangan/ permusuhan berawal dari ucapan (beda pendapat).
Ikhtilaf = perbedaan ucapan, pandangan, sikap.
2. Al Jadal (Ilmu Perdebatan)
3. Assyaqaq adalah pertentangan (ikhtilaf yang parah) yang dapat menyebabkan perpecahan
Allah menciptakan manusia dengan akal, indra dan kemampuan yang berbeda – beda disamping perbedaan bahasa, warna kulit, juga presepsi / cara berfikir dan semua itu menyebabkan perbedaan pandangan dan hukum atau kesimpulan. Apabila semua perbedaan adalah salahsatu tanda kekuasaan Allah, maka perbedaan akal / cara pandang / pemikiran juga merupakan tanda – tanda kebesaran Allah. Walaupun Allah mampu membuat semua manusia itu sama.
Perbedaan pendapat yang terjadi di umat terdahulu (salafi) adalah perbedaan yang tidak melampaui batas justru perbedaanya dibatasi serta dihisasi dengan adab – adab yang baik, maka ini merupakan hal positif yang harus dijadikan pelajaran. Manfaat ikhtilaf yang positif yaitu Jika dalam perbedaan masih dalam koridor adab dan etika yang baik maka terdapat hal positif yang dapat diambil. Jika niatnya itu benar / ikhlas maka ikhtilaf itu hanyalah sebatas cara pandang dalam penglihatan dalil, semisal ru’yat dan hisab. Bila dilatarbelakangi niat yang benar dan dalam batasan sebagai olahraga berfikir karena pandangannya dapat beranekaragam. Pandangan 1 dengan yang lain dapat saling melengkapi. Dengan terbukanya ruang untuk berfikir semua hal dan kemungkinan dapat dimusyawarahkan. Justru dengan adanya perbedaan akan melahirkan banyak piihan – pilihan alternative tentang ide peyelesaian.
Sejarah perbedaan pendapat : melakukan ikhtilaf pada zaman nabi itu sulit, karena adanya pemutus, yaitu nabi. Mereka bertanya kepada nabi, jika mengalami perbedaan pendapat. Namun, dikarenakan jarak yang jauh dari rasul maka terjadi ikhtilaf diluar madinah, sehingga terjadi ikhtiaf dalam menafsirkan ayat – ayat alquran, sabda juga sunnah rasul. Tetapi jika mereka datang menanyakan kepada rasaul selesailah masalah.
Macam – macam ikhtilaf dilihat dari sisi motvasi ada 3, yaitu :
1. Khilaf yang dilandasi hawa nafsu. Boleh jadi dari keinginan – keinginan pribadi dan untuk mencapai tujuan yang pribadi pula. Ada juga yang hanya ingin terlihat mempunyai ilmu/ paham, sehingga termasuk khilaf yang tercela dalam segala bentuknya karena keinginan hawa nafsu lebih dominan daripada untuk mencari kebenaran. Bahkan itu adalah tipu daya syaitan yang dapat menjerumuskan dalam kekufuran. “janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, jika kamu melakukannya maka kamu akan menyimpang karena hawa nafsu sehingga akan tersesat.” Hawa nafsu memiliki banyak macam walaupun pangkalnya adalah terlalu over convident / melihat dirinya terlalu berlebihan. Sehingga dapat merubah yang hak menjadi batil dan yang batil menjadi hak.
2. perbedaan pandapat dilandasi kebenaran. Tidak ada campuran hawa nafsu dan semata – mata karena didasari ilmu/ akal yang jernih serta keimanan yang penuh. Sebagaimana perbedaanya seorang muslim dan orang – orang kafir. Perbedaan itu tidak dapat disamakan karena didasari alhaq dan keimanan yang berbeda. Kebenaran antara taukhid dan syirik tidak dapat disatukan. Sebagaimana perbedaan orang – orang muslim dengan non muslim walaupun perbedaan itu tidak menghalangi kita untuk menghilangkan sebab – sebabnya. Dan tidak menjadi halangan orang islam untuk mendakwahi, berkomunikasi dan bersosialisasi dengan mereka.
3. khilaf diantara yang tercela dan terpuji. Inilah perbedaan masalah fariyah (masalah tidak berprinsip) dapat menjadi terpuji atau tidak terpuji karena ada sebab – sebab yang melatarbelakanginya, seperti para ulama yang berbeda pendapat dalam batalnya wudlu mengenai darah yang keluar karena luka dan orang yang muntah dengan sengaja dll. Perbedaan – perbedaan itu bisa jadi tercampur hawa nafsu. Dasarnya baik lalu tercampur oleh dorongan – dorongan hawa nafsu.
Pendapat ulama tentang ikhtilaf :
Secara umum ulama memberikan warning agar menghindari ikhtilaf.
Contoh ibnu mahsuf mengatakan, “Ikhtilaf itu buruk. Sesungguhnya rahmat itu menunjukan ada atau tidak adanya suatu perbedaan pendapat”
Khilaf itu ada 3 yaitu :
1. Dalam hal pokok (Al-Quran) tidak diperbolehkan karena masalah akidah.
2. Termasuk perbedaan strategi suatu kelompok perang
3. Hal – hal fiqih

Bersepakat itu lebih utama daripada ikhtilaf. Ibnu Hazm mengatakan bahwa ikhtilaf itu pada dasarnya bukanlah rahmat namun adalah azab. Bahkan nabi Harun memberikan statement tentang buruknya ikhtilaf yang dapat melebihi buruknya menyembah berhala.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *