Arti Keikhlasan


Pada awal bulan ramadhan ini, mari kita coba mengkaji ulang, meskipun sudah sekian kali kita mencoba melakukan dan berikhtiar untuk sampai pada tingkatan iman dan takwa kita kepada Allah dengan melakukan amal-amal yang ikhlas, termasuk di dalam kita menjalankan ibadah puasa di bulan romadhon ini. Karena Allah telah berfirman dalam Surah Al-Bayinnah Ayat 5 :

Makna ayat ini adalah Allah tidak memerintahkan kepada hamba-hambanya, melainkan agar mereka mengikhlaskan di dalam mereka menjalankan agama Allah. Seperti halnya menegakkan sholat, berzakat, dan ibadah-ibadah yang lain, hendaknya dilakukan dengan ikhlas karena itulah tuntunan agama yang lurus.

Memang mengucapkan ikhlas itu mudah, tapi untuk melakukannya perlu kehati-hatian. Oleh karena itu, ada beberapa pemahaman mengenai definisi ikhlas. Ikhlas itu artinya memurnikan tujuan bertakarub, mendekatkan diri kepada Allah dari hal-hal yang dapat mengotorinya. Dalam arti lain, ikhlas adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan. Atau mengabaikan pandangan makhluk dengan cara selalu berkonsentrasi kepada Al-Khaliq, Sang Pencipta. Ikhlas adalah salah satu syarat agar kita bisa menjadi pribadi yang bertakwa, karena sesungguhnya ikhlas adalah rukun takwa yang pertama. Ikhlas didahulukan sebelum i’tiba dan ilmu.

Mengapa harus ikhlas? Karena ikhlas merupakan salah satu pilar yang terpenting dalam islam, dan merupakan salah satu syarat diterimanya ibadah kita. Oleh karena itu, hal ini bisa dilihat dari hadits Abu Umamah, yaitu tatkala Rasulullah SAW bersabda setelah ditanya mengenai orang yang berperan untuk mendapatkan upah dan pujian. Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal kecuali jika dikerjakan dengan ikhlas, murni karena Allah dan mengharap ridho dari Allah (Hadits Riwayat An Nasaikh).

Barang siapa yang menuntut ilmu, yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap ridho Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti. Demikian Rasulullah SAW bersabda dalam kumpulan hadits Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani.

Mengucapkan ikhlas memang gampang, tapi untuk menuju kepada niatan melaksanakan ibadah itu kita memang perlu hati-hati. Barangkali kita melihat orang yang sholat itu sungguh khusyu tapi kita tidak tau persis, ia menjalankan sholat itu untuk siapa, bisa jadi sholatnya itu karena riya’, sehingga hal ini bisa membatalkan. Atau di dalam melaksanakan zakat, infak, justru hanya ingin dilihat, itu bentuk daripada riya’. Hal yang semacam inilah yang dimaksud dengan mengotori ikhlas.

Jadi Allah Ta’ala pernah berfirman dalam hadits khudsi : Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu pada perbuatan syirik. Barang siapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku maka Aku akan meninggalkannya, tidak menerima amalannya dan perbuatan syiriknya.

Ada beberapa contoh yang belum lama berselang di lingkungan kita, ada seorang tokoh meninggal dan banyak orang yang datang melayat. Setelah dimakamkan banyak orang berziarah dalam rangka belasungkawa hingga berhari-hari. Banyak berdatangan orang-orang yang simpati pada tokoh yang meninggal ini, mereka berziarah dan tampaknya berdoa. Tetapi setelah selesai berdoa, apa yang mereka lakukan? Mereka mengambil sekepal tanah atau batu yang ada di atas makam lalu dimasukkan dalam kantong untuk dibawa pulang.

Inilah contoh jika kita tidak berhati-hati sehingga bisa menyebabkan terjadi pergeseran dalam beramal. Oleh karenanya, niat itu penting sekali. Amalan seseorang yang berbuat riya’, yaitu tidak ikhlas, adalah amalan bathil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapat dosa syirik.

Oleh karena itu ada petunjuk Allah dalam Al-Quran Surat Az-Zumar ayat 2, Allah berfirman :

Sesungguhnya kami menurunkan Al Quran dengan membawa kebenaran, maka sembahlah Allah dengan ikhlas dengan memurnikan ketaatan kepada Allah.

Oleh karena itu, setiap kita melaksanakan ibadah, rujukannya adalah Al-Quran. Apa yang dikatakan oleh Al-Quran lah yang harus kita lakukan. Bagaimana cara kita melakukannya? Dengan melihat contoh yang diberikan nabi. Seperti melakukan sholat malam atau sholat tarawih, Nabi memberikan petunjuk dengan contoh-contoh yang sering diperhatikan oleh istri-istri nabi maupun sahabat nabi. Nabi selalu menjalankannya sesudah isya’ sampai menjelang subuh. Dan waktu itulah yang kita pakai. Apa yang dicontohkan oleh nabi dan diperintahkan oleh Al-Quran itulah yang menjadi pegangan. Orang yang berpegang seperti itu dialah orang yang menjalankan ibadah secara ikhlas. Yang terpenting dalam beribadah itu bukan banyaknya, tetapi apakah sudah sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW.

Banyak kita temukan berbagai permasalahan di dalam agama ini, tetapi jika semuanya sudah kembali kepada nila-nilai dan sikap islami yang bersumber pada Al-Quran dan sunnah, kita akan mencapai apa yang kita inginkan untuk menjadi manusia yang beramal secara ikhlas.

Di dalam bulan ramadhan ini, tentu banyak kegiatan ibadah yang pasti akan diperhitungkan dan akan mendapatkan nilai dari Allah, sesuai dengan niatnya. Barangkali niat yang kecil itu bisa melahirkan amalan yang sah.

Dengan mengharap nikmat dari Allah berupa tauhid tadi, kita akan selalu mendapat pertolongan dari Allah di dalam menjalankan perintah-perintahnya dan menjauhi larangannya. Sehingga di dalam sebulan yang akan datang ini, kita bisa meningkatkan iman dan takwa kita untuk bisa mencapai tujuan dan harapan kita sebagai hamba yang benar-benar mutaqin dengan menjalankan amalan-amalannya dengan ikhlas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *