Hal-hal yang mengikuti Sekaten

 

KINANG

Ketika Sekaten, di sekitar Pagongan banyak dijumpai pedagang yang menjual kinang atau sirih, berupa racikan daun sirih, gambir, kapur dan tembakau. Hingga sekarang masih banyak warga masyarakat yang percaya bahwa nginang atau mengucah sirih seraya mendengarkan gamelan Sekaten, akan awet muda, karena mengunyah sirih dapat untuk menguatkan gigi.

Namun mengunyah sirih atau nginang dalam sekaten mengandung makna tersendiri. Ketika nginang, maka bibir akan berwarna merah. Untuk masyarakat Jawa, merah berarti berani. Namun ada juga pengertian lain bahwa warna merah melambangkan kesucian. Dari hal tersebut, nginang ketika Sekaten dapat berarti harus berani mengatakan hal-hal  yang benar, yang haq, yaitu mengucapkan syahadat, memeluk agama Islam sebagai agama suci.

ENDHOG ABANG

Endhog abang atau telur merah, dibuat dari telur bebek yang diwarnai merah. Warna kulit telur yang merah ini melambangkan nafsu amarah. Ketika kulit dikupas akan tampak warna putih lan kuning, lambang nafsu sufiah dan mutmainah. Maka setelah menghadiri Sekaten dengan mengucapkan Syahadat, harus dapat mengesampingkan nafsu amarah, menuju ke kesucian.

NASI GURIH

Jenis makanan yang disukai Nabi Muhammad SAW, yaitu makanan yang gurih. Di Tanah Arab, agar makanan berasa gurih, maka dimasak dengan menggunakan minyak Samin. Jamaah haji dari Pulau Jawa pada jaman dahulu meniru kebiasaan ini, dengan menanak nasi dicampur dengan minyak Samin, sehingga berasa gurih.

Ketika pulang dari haji, di Tanah Jawa tidak ada minyak Samin. Sehingga untuk memperoleh rasa gurih, minyak Samin ini diganti dengan santan kelapa. Dari hal ini dapat dipetik sebuah pelajaran, bahwa teladan utama umat Islam adalah Nabi Muhammad SAW.

PECUT

Pecut atau cemeti merupakan sarana untuk menghela hewan ternak. Bukan untuk menyakiti hewan ternak, namun untuk membangkitkan semangat hewan ternak seperti sapi dan kerbau, yang digunakan untuk bekerja di sawah. Berkaitan dengan Sekaten, pecut atau cemeti merupakan lambang agar manusia dapat mengendalikan nafsu hewani, untuk meniti jalan kebenaran.

Warga pedesaan ketika Sekaten membeli pecut atau cemeti, dan dilecutkan bersamaan dengan tembakan salvo atau drell, penghormatan keluarnya gunungan dari dalam kraton. Hal ini mungkin meneruskan atau meniru sejarah Pangeran Mangkubumi pada masa silam, ketika dimintai pertolongan rakyat yang persawahannya diserang hama menthek. Pangeran Mangkubumi memenuhi permintaan tersebut, dan mengusir hama menthek dengan menggunakan sarana pecut atau cemeti pusaka Kyai Pamuk, disertai dengan permohonan doa kepada Allah SWT.

Cuplikan dari tulisan karya Faizal Noor Singgih dengan judul “SEKATEN KRATON KASULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT” dengan nara sumber Ir. H. Yuwono Sri Suwito, yang pernah disiarkan pada Program Acara “Pocung” Pirembagan Kabudayan Jogja Tv, Senen, 07 Februari 2011 dan Senen, 30 Januari 2012.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *