Pada malam pertama Tarawih di Masjid Gedhe Kauman, bapak H. Budi Setiawan, S.T. menyampaikan kutbahnya mengenai Hisab dibulan Ramadhan 1434 H. Dan berikut adalah rangkumannya :
Bagi orang – orang yang beriman, ketika mentari sya’ban tenggelam di ufuk barat (maghrib) maka bergetarlah hati yang merasakan nikmatnya karunia Alloh karena telah memberikan kita kesempatan untuk memasuki bulan Ramadhan. Tidak sekedar berganti nama bulan menjadi Ramadhan, tetapi Alloh juga menunjukkan suatu ketentuan baru / hukum – hukum baru di bulan suci ini. Dan Alloh membuka lebar pintu ampunan (maghfirah), melebarkan pintu berkah, dan melipatgandakan pahala hamba – hambanya yang melaksanakan ibadah dengan penuh keimanan. Maka bersyukurlah atas segala nikmat yang telah Alloh berikan, dan kesyukuran itu akan lebih indah jika kita menggantinya dengan iman, amal dan ikhsan, sehingga karunia itu tidak akan terbuang sia – sia.
Alloh berfirman mengenai kewajiban berpuasa dalam Q. S . Al – Baqarah : 183
“Wahai orang – orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelu kamu agar kamu bertaqwa”
Lalu, kapan kita berpuasa? Alloh meneruskan dalam ayat 185
“ . . . Barang siapa menyaksikan, mengalami bulan ramadhan, maka jatuh kewajiban untuk berpuasa. . . ”
Mengenai kapan kita berpuasa, ada beberapa metode penghitungan/ hisab di zaman modern ini. Dan Masjid Gedhe Kauman menggunakan hisab Mujadilillah yang menunjukkan puasa pertama jatuh pada tanggal 9 Juli 2013. Tentu terdapat beberapa perbedaan antara perhitungannya dengan metode yang lain. Perbedaan itu wajar dan tidak perlu dipertentangkan. Karena Otoritas kebenaran hanya milik Alloh SWT.
“Berpuasalah kamu ketika sudah ru’yat”
menurut pemahaman kita, liru’yati itu tidak berkaitan dengan ibadah, akan tetapi adalah metode didalam penetapan awal Ramadhan. Yusuf Kordowi menjelaskan bahwa Rasulullah ketika mengatakan sumuli ru’yati itu karena umat kami masih umi. Sekitar pada 15 abad lalu, orang – orang sudah tau perbedaan bulan dengan melihat pergerakan bintang. Namun belum terjadi akurasi seperti sekarang ini. Menurut perhitungan yang digunakan Masjid Gedhe Kauman, istima’ terjadi pada pukul 14.15 WIB siang tadi (8 Juli 2013), sehingga tarawih diadakan malam ini. Rasul bersabda “liru’yati itu kita pahami sebagai metode.” Dan bertentangan dengan Kordowi, Hiraqadam mengatakan. “ketika sekarang kita sudah mengetahui cara menghitung, maka liru’yati itu diabaikan”. Dan sekali lagi, dengan adanya perbedaan pendapat, tidak boleh saling mengecam atau memperolok. Sehingga Warga Kauman sudah tau dan yakin bahwa bulan dengan ketinggian dibawah 1˚ tidak akan mungkin diru’yat. Kami menghormati sidang Isbat, tapi kita tidak wajib untuk mentaati penetapan awal Ramadhan.
“Dan barangsiapa menegakkan agama Alloh, akan dimudahkan segala urusannya.” Rasa itu muncul dari hati orang yang bertaqwa kepada Alloh. Salahsatu caranya yaitu dengan memakmurkan masjid pada bulan Ramadhan. Seperti mengikuti pengajian – pengajian dan ta’jil yang diadakan oleh masjid. Contoh menghadiri Ta’jilan di Masjid Gedhe Kauman atau bahkan menjadi donaturnya. Karena, “Barang siapa memberi makan orang yang berbuka, akan memperoleh pahala yang sama seperti orang berpuasa, tanpa mengurangi pahala puasa yang dimilikinya.”
Hari Raya ‘Idul Fitri dalam perhitungan kami, jatuh pada tanggal 8 Agustus 2013. Tidak menunggu sidang isbat / ru’yat, karena istima’ akhir bulan Ramadhan akan terjadi sekitar pukul 04.55 (7 Agustus 2013) sehingga pada malam harinya, bulan sudah 3˚ cukup tinggi. Meskipun menurut para ahli jika belum mencapai 4 ˚ itu tidak mudah diru’yat. Bagi Warga Ru’yat wujudbudulillal yang terjadi saat maghrib istima’ qabral huruf tidak menjadi masalah, lalu kami menentukan ‘Idul Fitri pada hari kamis yang nantinya akan ada acara Oblok – oblok di Masjid Gedhe Kauman. Acara tersebut untuk menyatakan bahwa hari itu sudah tidak boleh berpuasa karena telah memasuki Hari Raya ‘Idul Fitri. ~ (8 Juli 2013)