Dalam hal ini kegiatan Masjid dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Kegiatan Rutin
a. Shalat rawatib berjemaah lima waktu
b. Adzan Awwal
c. Penyediaan fasilitas Shalat Lail (jam 03.00 WIB)
2. Kegiatan Periodik
a. Pengajian umum, setiap hari Kamis ba’dah shalat Maghrib
b. Taddarus safari al-Qur’an, setiap hari Kamis ba’da shalat Isya’ (bergiliran)
c. Penyelenggaraan shalat Jum’at
d. Kajian tafsir fiqih/ kitab kuning, setiap hari Jum’at ba’da shalat Maghrib
e. Pengajian berbahasa Jawa, setiap hari sabtu ba’da shalat Subuh
f. Kajian tafsir al-Qur’an, setiap hari Sabtu ba’da shalat Maghrib
g. Pengajian anak-anak setiap hari Sabtu ba’da shalat Maghrib
h. Pengajian remaja, setiap hari Ahad pertama (setiap bulan sekali)
i. Mubalighin, setiap hari Ahad siang ba’da shalat Ashar
j. Kursus seni baca al-Qur’an setiap senin petang
k. Penyelenggaraan shalat Tarawih berjema’at ba’da shalat Isya’ setiap bulan Ramadlan
l. Penyelenggaraan shalat Tarawih berjema’at dini hari pada bulan Ramadlan
m. Penyelenggaran caramah agama dan buka puasa bersama/ ta’jil pada bulan Ramdlan
n. Pengajian menyambut Nuzulul Qur’an pada bulan Ramadlan
o. Pesantren Kilat untuk rmaja
p. Pembatalan/ Buka Puasa bersama ba’da shalat Subuh setiap tanggal satu Syawal
q. Penghimpunan dan penyaluran zakat Fitrah pada setiap Idul Fitri
r. Penghimpunan, pemotongan dan penyaluran hewan Qurban pada setiap Idul Adha
s. Penyelenggaraan pengajian/ Dakwa empat kali sehari selama sepuluh hari berturt-turut pada bulan maulud (sekaten)
t. Penyelenggaran pasar rakyat di halaman Masjid pada setiap perayaan Sekaten
u. Penyelenggaran Silaturrahmi Antar siswa SD/ MI Kota Yogyakarta (SILASKOTA) tiap bulan maulud setiap tahun, yang dikonsep dengan ajang lomba agama bagi siswa-siswi SD/MI
v. Penyelenggaraan Donor Darah setiap empat bulan sekali bekerja sama dengan PMI
w. Buka Puasa Arafah bersama setiap tanggal Dzulhijjah
3. Kegiatan Insidentil
a. Upacara pengucapan ikrar Dua Kalimat Syahadat/ peng-Islaman
b. Penyelenggaraan Ijab Qabul/ Walimatul Urs
c. Upacara Pelepasan Jenazah
d. Penyelenggaran seminar, raker dan sebagainya oleh lembaga-lembaga lain
e. Penampungan pangungsi pasca Gempa Bumi tanggal 27 Mmei 2006
f. Penyelenggaraan Dapur Umum untuk menyediakan bantuan makan dan minum bagi pengungsi tiga kali/ Hari
g. Santunan kepada Musafir yang terlantar/ kehilangan
h. Penghimpunan dan pengiriman bantuan untuk musibah bencana alam (gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai/ angin puting beliung, kebakaran, banjir dan lain-lain).
D. Masjid Gedhe Kauman dilihat dari Fungsi Sosialnya
Masjid Gedhe Kauman yang merupakan salah satu struktur dari sistem sosial di Yogyakarta, dan masyarakat kampung Kauman pada khususnya. Tidak jauh berbeda dengan lembaga-lemabag lain yang memiliki fungsi sosial. Sesuai dengan teori struktural fungsionalisme yang dikembangkan oleh Talcott Parsons dengan empat fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan agar mampu bertahan, pertama adaptasi, yaitu sebuah sistem harus mampu menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Masjid Gedhe Kauman sebagai lembaga yang didirkan oleh sultan asta nama Keraton Yogyakarta tentu sangat diterima oleh masyarakat sekitar, selain sebagai sarana untuk beribadah masyarakat dan juga sebagai wadah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang di hadapi masyarakat, seperti halnya masalah waris, perceraian, perkawinan, dan sebagainya. Seperti halnya pada masa-masa sebelum dan paska penjajahan.
Pada sebelum dan masa kemerdekaan, Masjid Gedhe Kauman mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam sejarah perjuangan masyarakat melawan penjajah karena masjid ini menjadi tempat berkumpulnya massa dan merupakan markas utama melawan penjajah. Setiap kali ada penyerbuan, pasukan yang terdiri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan masyarakat pribumi diberangkatkan dari masjid ini. Seperti halnya penyerbuan markas Jepang di Kotabaru pada tanggal 7 Oktober 1945 oleh pejuang Yogyakarta yang tergabung dengan Polisi Istimewa dan Badan Keamanan Rakyat (Laskar Rakyat) yang kemudian dikenal dengan penyerbuan Kotabaru. Terbukti di Kotabaru terdapat monomen yang menandakan adanya pertempuran tersebut.
Pada masa Perjuangan Kemerdekaan RI, Masjid Gedhe Kauman sering dipergunakan oleh TNI bersama para pejuang Asykar Perang Sabil untuk menyusun strategi penyerangan melawan agresi Belanda. Para pahlawan Hizbullah yang gugur kemudian dimakamkan di sisi barat Masjid Gedhe Kauman, termasuk pahlawan nasional Nyai Hj. A Dahlan, area pemakaman tersebut dinamai dengan makam Syuhada’.
Pada masa sekarang pun masjid ini difungsikan sebagai tempat kegiatan masyarakat dengan syarat selama tidak mengganggu kegiatan rutin masjid seperti shalat jamaah lima waktu. Seperti pelaksanaan prosesi pernikahan di serambi masjid, dan sampai saat ini hampir tiap minggu terdapat prosesi pernikahan di area Masjid Gedhe Kauman, tutur Bapak Waslan Aslam selaku takmir masjid.
Kedua pencapaian, yaitu sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Pada masa-masa penjajahan sampai orde baru Masjid Gedhe Kauman tidak hanya berperan sebagai tempat beribadah masyarakat, tetapi juga sebagai benteng utama masyarakat dalam memperjuangkan dan mempertahnkan haknya sehingga banyak orang menyebut Masjid Gedhe Kauman sebagai simbol perjuangan masyarakat. Seperti pada zaman revolusi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, gedung Pajangan yang terletak di kanan kiri Regol masjid, dan biasa digunakan untuk para prajurit keraton (tentara kraton) untuk keamanan masjid dan setiap hari besar Islam, digunakan sebagai pusat Markas Ulama Asykar Perang Sabil (MU-APS) yang membantu TNI melawan agresi Belanda. Mereka mendorong semangat juang masyarakat yang tergabung dengan TNI dengan hal-hal religius, seperti tausyiah dan doa bersama.
Pada tahun 1965-1966 masjid ini sebagai sarana perjuangan Komponen Angkatan ’66 yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Kesatuan Aksi Persatuan Pelajar Indonesia) dan sebagainya dalam menumbangkan Orde Lama dan membubarkan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G 30 S PKI), begitu juga dengan aksi-aksi mahasiswa sebagai perjuangan Angkatan Muda pada saat Reformasi dalam menumbangkan rezim Orde Baru.
Ketiga integrasi, yaitu sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang menjadi komponennya. Keempat pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Dalam hal ini, Masjid Gedhe Kauman pada masa-masa seperti di atas dan pada masa reformasi merupakan satu-satunya lembaga yang berhasil mengatur hubungan antara berbagai komponen yang terdiri dari berbagai kalangan. Contoh kongkritnya ketika terjadi aksi yang dimotori oleh mahasisiwa, masyarakat kampung Kauman ikut mendukung dengan cara menyediakan makanan dan minuman gratis untuk diberikan kepada semua mahasiswa yang ikut serta dalam aksi tersebut, menyediakan tempat parkir gratis di wilayah kampung Kauman bagi mahasiswa yang berkendaraan, dan kesediaan takmir Masjid Gedhe Kauman untuk menampung seluruh mahasiswa di dalam masjid apabila terdapat hal-hal yang tidak diinginkan, memberikan semangat baru bagi mahasiswa karena merasa telah terlindungi dalam melaksanakan aksinya.
Kerusuhan pada tanggal 13-15 Mei 1998 yang berpusat di ibu kota Jakarta yang disebabkan oleh krisis finansial Asia dan disokong dengan tragedi Trisakti,[4] memicu semangat juang masyarakat dan mahasiswa Yogyakarta untuk mengadakan aksi pada malam tanggal 15 Mei 1998, aksi kali itu berupa aksi religius yaitu dengan shalat malam bersama dengan diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dan mahasiswa yang memenuhi alun-alun Keraton dengan Amin Rais sebagai Imam, namun rencana itu tidak berjalan dengan lancar karena ternyata Amin Rais yang diundang sebagai imam waktu itu tidak bisa hadir disebabkan terjebak kerusuhan di Jakarta, dan sebagai gantinya H. Budi Setiawan, ST sebagai ketua takmir meminta Amin Rais untuk membuat tulisan berisi semangat juang yang kemudian di fax dan dibacakan kepada jemaah shalat malam pada malam itu juga.
Voluntaristic Theory of Action
Melalui teon-teori Pareto dan Durkheim, Parsons membuat sintesis baru mengenai pola aksi manusia yang disebut Voluntaristic Theory of Action atau “teori aksi sukarela.” la menganggap bahwa individu bertindak karena adanya proses keputusan subjektif yang dilakukan secara sukarela. Proses pengambilan keputusan ini dipengaruhi oleh kondisi-kondisi tertentu, yaitu normatif dan situasional. Faktor-faktor normatif dan situasional ini melekat dalam benak individu, sehingga dalam melakukan aksinya, tidak ada faktor pemaksaan, karena seorang aktor akan melakukannya dengan sukarela. Eleman dasar yang membentuk “aksi sukarela” adalah ;
1. Aktor atau individu
2. Aktor dianggap sebagai orang yang ingin mencapai tujuan
3. Aktor mempunyai seperangkat alternatif alat untuk mencapai tujuan atau sasaran
4. Aktor dihadapkan oleh beberapa macam kondisi situasional, seperti kondisi biologis, keturunan, ekologi eksternal yang dapat menghalangi individu, yang semuanya mempengaruhi aktor dalam menentukan sasarannya, serta alat yang akan digunakannya untuk mencapai sasaran.
5. Aktor juga dipengaruhi oleh nilai-nilai, norma, dan ideologi yang semuanya mempengaruhi pemilihan sasaran dan bagaimana mencapai sasaran tersebut.
6. Maka, sebuah aksi (perbuatan) akan melibatkan aktor yang membuat keputusan subjektif untuk menentukan sasaran dan alat yang digunakannya, yang semuanya dibatasi oleh nilai dan norma serta kondisi situasional dari aktor tersebut.[5]
Upacara Grebek yang dilakukan pada hari-hari besar Islam yaitu 12 Maulud, 1 Syawal, dan 10 Besar/ Dzulhijjah sebebnarnya merupakan contoh praktis dari Keraton kepada masyarakat untuk bersedekah (shodaqoh), dalam tradisinya gunungan didoakan di Masjid Gedhe Kauman oleh penghulu Keraton sebelum dibagikan kepada masyarakat untuk kemudian di grebek atau diambil secara beramai-ramai. Maka sangat wajar jika masyarakat yang ada di lingkungan Masjid Agung Kauman, gemar bersedekah. Seperti yang telah di jelaskan di atas mengenai partisipasi masyarakat pada masa-masa perjuangan.
Untuk mempererat tali silaturrahim antar individu salah satu upaya yang dilakukan oleh takmir masjid adalah mengadakan buka bersama/ ta’jilan pada bulan suci Ramadlan yang diikuti oleh ratusan orang setiap harinya, dan pada hari raya idul fitrih setelah jamaah subuh pasti diadakan makan bersama sebagai tanda bahwa hari itu adalah hari diharamkannya puasa bagi umat Islam. Pada bulan Maulud sendiri acara skatenan yang dimulai pada tanggal 5-12 bulan Maulud terdapat pengajian umum yang selain dipergunakan sebagai sarana mempererat tali silaturrahim juga untuk memberikan wawasan ilmu keagamaan.
Pada saat bencana alam yaitu Gempa yang melanda Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006, takmir Masjid Gedhe Kauman menampung orang-orang yang terkena bencana di area masjid, takmir masjid memberikan izin kepada masyarakat untuk bertempat tinggal sementara di teras dan halam masjid, bahkan takmir mencarikan dana bantuan untuk menyantuni mereka serta juga menyediakan listrik yang dihasilkan dari alat pembangkit listrik berbahan bakar solar yang disediakan oleh takmir masjid, pada waktu itu masyarakat sempat tinggal beberapa waktu hingga keadaan benar-benar aman. Dan pada erupsi merapi tahun 2010, takmir masjid juga menampung beberapa pengungsi yang diletakkan di area masjid termasuk juga bangunan-bangunan yang berada di sekitar Masjid Gedhe Kauman sperti gedung Pajangan dan lain sebagainya yang bisa menampung pengungsi. Diceritakan oleh bapak Budi Stiawan ketika dia masih ada di luar kota untuk melihat keadaan masyarakat Lereng Merapi, pada waktu dini hari beliau menelpon temen-temen takmir Masjid Gedhe Kauman untuk membuka masjid dan menyalakan lampu serta menyediakan makanan untuk diberikan kepada orang-orang yang digiring oleh beliau untuk diungsikan di Masjid Gedhe Kauman, dan alhamdulillah masyarakat kauman dengan sukarela dan tanpa adanya paksaan juga ikut berpartisipasi dalam segala hal di antaranya menyediakan makanan untuk pengungsi, untuk menyantuni mereka takmir masjid melaporkan keadaan tersebut kepada pemerintahan setempat untuk kemudian mendapatkan dana bantuan.
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat kampung Kauman khususnya, yang mengalami musibah berupa kematian, takmir Masjid Gedhe Kauman menyediakan kamar Sauobah yang terletak di sebelah utara masjid, yaitu tempat pemandian jenazah, takmir juga membantu sepenuhnya upacara penguburan janzah secara sukarela, mulai dari memandikan, mengkafani dan mensholati janazah dilakukan di masjid kemudian mengantarkan janazah sampai ke liang lahat.
Selain itu, di Masjid Gedhe Kauman ini terdapat Remaja Takmir Masjid Gedhe Kauman yang biasanya mengadakan kegiatan-kegiatan yang diikut sertakan dalam hari-hari besar Islam, misalnya SILASKOTA (Silaturrahmi Anak Shaleh Kota Yogyakarta) yang dikonsep dengan lomba-lomba yang berbau keislaman seperti lomba adzan, lomba ngaji, lomba shalawat dan lain-lain bagi siswa MI/SD. Kegiatan lain yang hampir setiap tahunnya diadakan adalah Baksos yang biasanya dilaksanakn di luar kota Yogyakarta, Misalnya kegiatan Baksos yang pernah dilakukan di kampung Dhawingwa, Bantul. Setelah itu dilanjutkan dengan pemberian atau pembagian sembako kepada warga sekitar. Remaja Takmir juga menyediakan media berupa stasiun radio yang masih belum setingkat swasta, karena memang baru-baru ini didirikannya, diantara kegiatannya meliput atau memberitakan kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung dan yang akan diselenggarakan oleh takmir Masjid Gedhe Kauman.
Kegiatan lain yang mendukung kesejah teraan masyarakat yaitu pemberian barang berupa sembako oleh takmir kepada masyarakat satu hari menjelang hari raya. Terdapat juga pelayanan kesehatan yaitu dengan cara mendirikan klinik untuk Lansia dan penggalangan donor darah secara gratis.
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dan mewujudkan kemakmuran masjid serta masyarakat sekitar cukup memerlukan dana yang lumayan besar, dana tersebut sepenuhnya diambil dari masyarakat Kauman dan jemaah masjid melalui kotak infaq yang terletak di serambi masjid, dan setiap minggunya dana yang terkumpul hampir mencapai 34 juta rupiah, sedangkan bantuan dari pemerintah dana yang diperoleh hanya berkisar 40 juta rupiah tiap tahunnya, selain itu juga sebagian diambil dari dana yang terkumpul dari ZIS (Zakat, infaq dan shodaqah), mengingat kegiatan-kegiatan yang berlangsung sangat membutuhkan dana yang lumayan banyak. Seperti dana untuk pelaksanaan ta’jilan di bulan Ramadlan yang menghabiskan dana sebesar Rp.150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah). Dan perlu diketahui dalam menggalang dana yang terkumpul dalam bentuk ZIS tidak terdapat paksaat sedikitpun kepada masyarakat, hal itu termotifasi dari sultan sebagai seorang teladan masyarakat dan tokoh utama yang mendirikan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Wallahua’lam
kegiatan yg sangat bermanfaat semoga banyak yg mengikuti dan diselenggarakan secara rutin