Nama | : | Setiawan |
---|---|---|
: | setiawan@gmail.com | |
Topik | : | Fikih |
Pertanyaan | : | Apakah Puasa batal jika sampai muntah? |
Salah satu perbuatan yang dapat membatalkan puasa adalah muntah dengan sengaja. Misalkan dengan memasukkan benda atau perantara apapun ke dalam mulut sehingga menyebabkan muntah atau berpura-pura muntah dengan niat agar orang lain tau kalau dia sedang sakit. Maka hal tersebut telah membatalkan puasanya dan dia telah melakukan perbuatan dosa karena ada unsur kesengajaan. Berbeda jika muntah dikarenakan sakit atau mabuk perjalanan ketika shafar (bepergian) maka tidak sampai membatalkan puasa karena hal tersebut tidak ada unsur kesengajaan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa yang muntah menguasainya (muntah tidak sengaja) sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha’.” (HR. Abu Daud, no. 2380; Ibnu Majah, no. 1676; Tirmidzi, no. 720)
Jika muntah karena sakit atau muntah dalam kondisi shafar maka ia mendapatkan rukhsah (keringanan) untuk tidak berpuasa dan harus menggantinya di hari yang lain di luar bulan ramadhan. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 184:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ
“Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.”
Persoalan yang lain adalah bagaimana hukumnya menelan muntahan atau sisa-sisa dari muntahan itu tertelan. Maka kembali kepada kaidah fikih bahwasanya segala urusan tergantung kepada niat tujuannya dan hadis Rasulullah yang menegaskan bahwa segala sesuatu tergantung kepada niatnya. Jika menelan muntah atau sisa-sisa muntahan itu sengaja dan penuh kesadaran maka puasanya batal. Namun jika tidak ada niat dan maksud maka puasanya tidak batal.
Hal ini juga berlaku ketika menggosok gigi dengan melihat kelaziman ketika ia sedang menggosok gigi. Jika ia menggunakan cara seperti biasanya saat ia menggosok gigi dan tidak menyebabkan muntah, maka dihukumi sebagai muntah tidak sengaja. Namun jika ia mengetahui secara yakin bahwa cara yang ia gunakan saat menggosok gigi dapat menyebabkan muntah, maka dihukumi bahwa muntahnya membatalkan puasa.
Kesmimpulannya, semua tergantung kepada niat, maksud dan tujuannya. Jika muntah disebabkan karena ada niat dan maksud menyengaja, maka dapat membatalkan puasa. Namun jika tidak ada niat dan maksud untuk menyengaja, maka puasanya tidak batal, misalkan ketika sedang sakit atau dalam kondisi shafar. Maka boleh berbuka dan mengganti puasanya di hari yang lain di luar bulan Ramadhan.
Wallahua’lam.
Disusun oleh :
Beta Pujangga
Rumah Tarjih Muhammadiyah