Upacara Sekaten

Sekaten merupakan sebuah upacara ritual yang diadakan oleh Kraton Kasultanan Ngayogyakarta, untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, pada tanggal 12 Robiulawwal atau 12 Mulud menurut penanggalan Jawa. Sekaten dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

1.      Pasar Malam Perayaan Sekaten

2.      Upacara Sekaten

3.      Upacara Garebeg Sekaten

1. Pasar Malam Perayaan Sekaten

Pasar Malam Perayaan Sekaten semula tidak ada. Lalu diadakan sebagai sarana pesta rakyat, selama sebulan. Beberapa tahun yang lalu, untuk masuk arena pasar malam harus membeli karcis. Namun pada tahun 2012, karcis ini ditiadakan, sehingga warga masyarakat dapat masuk arena pasar malam dengan gratis. Karena merupakan pasar, dimana juga terjadi transaksi jual beli, maka pasar malam perayaan Sekaten mengandung nilai ekonomis.

2. Upacara Sekaten

Upacara Sekaten dimulai pada tanggal 5 Mulud malam, yaitu pertama kali membunyikan gamelan Sekaten Kanjeng Kyai Gunturmadu dan Kangjeng Kyai Nagawilaga, bertempat di Penanggap Bangsal Pancaniti, komplek Kamandhungan Lor Kraton Ngayogyakarta. Menjelang tengah malam, ada Utusan Dalem yang biasanya adalah adik Sultan datang untuk menyebar udhik-udhik, di tempat gamelan Sekaten dan juga kepada warga masyarakat yang hadir di kompleks Bangsal Pancaniti. Udhik udhik ini berisi beras kuning, bunga, dan uang receh, sebagai lambang sedekah Sultan kepada rakyatnya. Tengah malam, dua prangkat gamelan Sekaten dibawa dari Bangsal Pancaniti menuju Pagongan Mesjid Gedhe Kraton Kasultanan Ngayogyakarta, dan ditabuh selama seminggu.

Puncak Upacara Sekaten yaitu hadirnya Ngarsa Dalem ke Mesjid Gedhe Kraton Ngayogyakarta pada malam tanggal 12 Mulud, untuk mendengarkan bacaan risalah nabi. Ketika Ngarsa Dalem datang ke Mesjid Gedhe, terlebih dahulu menuju Pagongan Kidul, untuk menyebar udhik-udhik. Dilanjutkan menyebar udhik-udhik di Pagongan Lor dan didalam Mesjid Gedhe, sebelah timur mihrab tempat imam. Setelah menyebar udhik udhik, Ngarsa Dalem duduk di Serambi Mesjid Gedhe. Tempat duduk Sultan berupa kain putih, menghadap ke timur. Karena untuk duduk Ngarsa Dalem, maka Serambi Mesjid Gedhe penuh dengan hiasan sehinggal terkesan lebih mewah dari pada bangunan utama Mesjid Gedhe. Tiang Serambi Mesjid Gedhe, dihias dengan tatahan Sorotan, Praban, dan Putri Merong.

Setelah mengucapkan salam, dengan isyarat Ngarsa Dalem memerintahkan Abdi Dalem Pengulu agar membacakan risalah nabi. Risalah nabi ini berisi sejarah perkembangan Islam, mulai dari jaman Jahiliyah, kelahiran Nabi Muhammad SAW, menerima wahyu pertama, hijrah nabi menuju Yasrib, penaklukan Mekah hingga wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ketika bacaan risalah nabi sampai pada bagian Srokal, Ngarsa Dalem mengenakan sumping bunga yang telah disiapkan, diikuti oleh para kerabat Sultan. Sumping dikenakan di atas telinga kanan. Setelah bacaam risalah nabi selesai, Ngarsa Dalem kembali ke kraton.

Upacara Sekaten berjiwa religius dan cultural.

3. Upacara Garebeg Sekaten

“Garebeg” beda arti dengan “Grebeg”. “Garebeg” berarti diiringi oleh rombongan banyak orang. Sedangkan “Grebeg” berarti digropyok. Upacara Garebeg yaitu upacara keluarnya Hajad Dalem Gunungan, sebagai lambang sedekah dari raja kepada rakyatnya. Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat setiap tahun mengadakan Upacara Garebeg sebanyak tiga kali, yaitu Garebeg Mulud atau Garebeg Sekaten, Garebeg Syawal, lan Garebeg Besar.

Untuk Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Hajad Dalem Gunungan yang dikeluarkan ketika Garebeg Mulud atau Garebeg Sekaten ada 5 jenis, yaitu: Gunungan Kakung, Gunungan Putri, Gunungan Dharat, Gunungan Pawuhan, dan Gunungan Gepak.

Dan pada saat Tahun Dal, jenis gunungan bertambah satu, yaitu Gunungan Brama atau Gunungan Kutug

Tempat perakitan Hajad Dalem Gunungan adalah Panti Pareden, berada di komplek Kemagangan. Khusus untuk merakit Gunungan Putri, didahului Upacara Numplak Wajik, bertempat di Panti Pareden. Namun sekarang yang digunakan bukan lagi wajik, namun thiwul. Wajik atau thiwul ini untuk menancapkan bagian mustaka atau kepala Gunungan Putri. Upacara Numplak Wajik diiringi dengan Gejog Lesung oleh abdi dalem Reh Kawedanan Hageng Wahana Sarta Kriya, dengan membunyikan gending khusus, semisal Tundung Setan, sebagai sarana tolak bala.

Gunungan Kakung, Putri dan Gepak ditata dalam jodhang, sedangkan Gunungan Dharat dan Pawuhan berlandaskan dhompal kayu. Ketika Upacara Garebeg Mulud, Hajat Dalem Gunungan dibawa keluar dari kraton, melalui Sitihinggil, Pagelaran, Alun alun Utara. Di selatan Ringin Kurung belok ke barat menuju Mesjid Gedhe. Bertempat di halaman Mesjid Gedhe, setelah memanjatkan doa, gunungan diperebutkan kepada warga masyarakat. Pada tahun Dal, Gunungan Brama atau Gunungan Kutug yang dibawa ke plataran mesjid, dibawa kembali ke kraton untuk diperebutkan kepada kerabat kraton atau Sentana Dalem

Tahun Dal merupakan tahun khusus bagi masyarakat Jawa. Jika dihitung mundur menurut penanggalan Jawa, Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun Dal. Oleh karena itu, Upacara Sekaten tahun Dal diperingati dengan lebih meriah daripada Upacara Sekaten selain Tahun Dal.

Cuplikan dari tulisan karya Faizal Noor Singgih dengan judul “SEKATEN KRATON KASULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT” dengan nara sumber Ir. H. Yuwono Sri Suwito, yang pernah disiarkan pada Program Acara “Pocung” Pirembagan Kabudayan Jogja Tv, Senen, 07 Februari 2011 dan Senen, 30 Januari 2012.

See more at: http://www.jogjatv.tv/berita/30/03/2012/sekaten-kraton-kasultanan-ngayogyakarta-hadiningrat-0#sthash.nJUbvYIZ.dpuf

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *